KAYUAGUNG, MetroSumsel.com— Menyerap dan memanfaatkan dana desa merupakan bagian penting dalam ikhtiar mempercepat kemajuan desa serta mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Tujuan ini akan terhambat bila aparat desa dan masyarakat tidak siap bahkan takut menggunakan bantuan dari pemerintah pusat ini.
Kebijakan strategis Pemerintah menggelontorkan dana desa, pada kenyataannya tidak semua kades yang senang dengan bantuan ini. Sejumlah kades berdalih ancaman jeratan kasus korupsi dalam menggunakan dana desa kerap menghantui, terlebih lagi, sering terjadi intervensi dari oknum LSM atau oknum yang mengaku wartawan kerap meminta sejumlah uang.
“Ancaman jeratan kasus korupsi membuat tidak semua desa senang dengan gelontoran dana desa. Sejumlah kades justru meminta sebagian dana yang diterima dialihkan ke desa lainnya,” ungkap Kepala Desa Tugu Mulyo Kecamatan Lempuing Irpandi saat dihubungi Rabu (5/12/2018).
Menurut salah satu penerima penghargaan desa terbaik se-Indonesia ini, meskipun pelaksanaan program yang bersumber dari dana desa telah dilaksanakan sesuai dengan Petunjuk Teknis dan Pelaksanaan, namun kekhawatiran terjerat korupsi tetap menghantu.
Disambungnya, dengan kekhawatiran ini, dirinya berpendapat lebih baik tidak menerima dana sama sekali ketimbang harus melaksanakannya,
Kalau begini terus, lebih baik dananya ditiadakan sajalah biar kami tenang. Meskipun secara teknis dan pelaksanaan sudah diatur, menggunakan dana desa tetap berhati-hati,” tuturnya.
Menurutnya, kucuran dana desa mencapai ratusan juta bahkan beberapa desa ada yang memperoleh lebih dari 1 Miliar Rupiah per tahun justru memicu kekhawatiran terhadap oknum LSM atau yang mengaku sebagai wartawan.
Dengan dalih pengawasan penggunaan dana, oknum tidak segan melakukan intervensi bahkan pemalakan.
“Oknum tersebut kerapkali memaksa meminta uang dengan jumlah tertentu sebagai kompensasi atas dugaan kebocoran dana desa. Padahal, setiap hasil pembangunan dan penggunaannya dipasang di tempat umum untuk diketahui sekaligus sebagai kontrol sosial masyarakat,” ungkapnya.
Tidak itu saja, Irpandi juga mengungkapkan kegundahan penghasilan kades yang menurutnya belum memadai jika dibandingkan dengan beban kerja.
“Tugas kepala desa 24 jam nonstop melayani masyarakat, tetapi penghasilan masih jauh dari cukup,” terangnya.
Terhadap curhat Irpandi di sejumlah media, menuai perbedaan pendapat yang disampaikan Anggota Lembaga Komite Pemberantas Korupsi Perwakilan OKI Ustra Harianda. Dirinya menilai pernyataan Kades Tugu Mulyo kontra produktif dengan semangat Pemerintah Pusat dalam memberikan kewenangan desa untuk mengatur dan mengelola desanya sendiri agar terciptanya pemerataan dan kesejahteraan masyarakat.
“Adanya dana desa ini, sudah semestinya kades patut bersyukur. Karena melalui program kemandirian desa dapat terwujud. Bukan malah bersikap sebaliknya,” katanya.
Pelapor dugaan korupsi oknum Kades Gajah Makmur Sungai Menang AH yang sekarang telah menjadi tersangka ini mengatakan selagi kades dan perangkatnya menghindari praktik korupsi, tidak ada alasan untuk takut menggunakan dana desa.
Ustra mengutarakan analisanya berdasarkan beberapa temuannya di sejumlah desa. Menurutnya, selama ini kasus yang sering menjerat para kades hanya karena adanya kesalahan administrasi sehingga kasusnya bisa diselesaikan dan tidak diproses secara hukum. Namun jika ada unsur korupsinya maka aparat penegak hukum berhak menindaklanjutinya.
“Sampai disini sudah jelas, selagi para kepala desa dan semua kalangan yang diberikan amanah dalam mengelola dana desa tidak melakukan praktik korupsi dalam pengalokasian dana, maka tidak akan diproses secara hukum,” terangnya.
.
Sambung dia, pelaksanaan penggunaan dana desa tidak sepenuhnya dibebankan hanya pada kadesnya saja, melainkan dibantu banyak pihak yang terlibat. Baginya cukup menggelikan jika masih ada kades yang menyatakan keinginannya menolak dana desa,
“Jika tidak sanggup menjalankan program pemerintah, kadesnya lebih bagus mundur saja. Masih banyak calon kades yang mumpuni,” ujarnya.
Dijelaskannya, penolakan dana desa tentu tidak sejalan dengan semangat yang dibangun Pemerintah Pusat. Terlebih lagi, Membangun OKI Dari Desa merupakan program unggulan dalam kampanye Bupati OKI Iskandar, yang hingga kini menjadi jargon Kabupaten OKI.
Dengan kemampuan dan kewenangan yang besar, seharusnya kades justru mendukung dan lebih bersemangat lagi mewujudkan pembangunan desa secara nyata. Apalagi kades dibekali dengan Pelatihan Peningkatan Kapasitas Perangkat Desa.
“Coba saja, instrumen yang dimiliki kades sudah lengkap. Peraturan undang-undang terkait teknis kegiatan sudah ada. Pendampingannya pun dikawal Dinas PMD dan Tim TP4D, belum lagi Camatnya, tenaga pendamping desa, ditambah sejumlah pelatihan dengan menghabiskan dana Miliaran, lalu apalagi yang ditakuti,” bebernya.
Dalam menjalankan roda pemerintahan desa, sedari awal kades telah mengerti tugas dan kewajibannya dalam mengelola desa. Proses mendapatkan jabatan kades juga tidak gampang. Butuh perjuangan dan dukungan dari masyarakat setempat.
“Kita tentunya bingung jika tiba-tiba ada kades yang mengeluhkan tanggung jawabnya. Terlebih terucap dari kades terbaik di Republik ini. Begini ya, kalau jabatannya dianggap tidak mencukupi, kenapa dulu dia mencalonkan sebagai kades,” tanyanya.
Selain itu, dia juga mengingatkan para kepala desa agar tidak takut bila ada oknum yang tidak bertanggungjawab seperti LSM dan Wartawan.
“Selagi penggunaan dana desa jelas, tidak perlu takut. Jika oknum masih memaksa mengganggu, cukupkan alat bukti seperti rekaman dan foto lalu laporkan ke kepolisian,” saran dia.
Sementara itu, atas pelaporan beberapa dugaan penyalahgunaan dana desa, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) OKI Hj. Nursula menjelaskan selama dana desa bergulir dari tahun 2015 lalu, pelaksanaan program dana desa mengacu pada Permendagri Nomor 20 Tahun 2018.
“Permendagri tentang pengelolaan keuangan desa dan Perka LKPP Nomor 13 tahun 2013 tentang pedoman tata cara pengadaan barang/jasa di desa, apa yg menjadi kebutuhan masing-masing desa harus berdasarkan kebutuhan desa tersebut melalui musyawarah desa, dan pelaksana kegiatannya oleh Pelaksana Teknis Pengelola Keuangan Desa dan Tim Pengelola Kegiatan dari masing-masing desa,” jelasnya.
Nursula juga membantah keras tudingan penyelewengan dana kegiatan dan penggelembungan dana yang telah dilaporkan salah satu LSM ke KPK Selasa (4/12/2018) kemarin.
Menurutnya, pihak PMD pada tiap tahunnya selalu diaudit oleh BPKP dan BPK perwakilan Provinsi Sumsel dalam pelaksanaan penyaluran dan program-program pembangunan dan pemberdayaan di desa yang ada dalam Kabupaten OKI.
“Sistem administrasi perencanaan sampai pelaporan desa-desa pun sudah menggunakan sistem keuangan desa (Siskeudes) yang dibuat oleh Kemendagri dengan BPKP,” bantahnya.
Sementara itu, kekhawatiran sejumlah kades dalam mengelola dana desa ditanggapi Kajari OKI Ari Bintang Prakoso Sejati. Menurutnya, upaya preventif berupa sosialisasi mengenai peraturan dan Hukum dalam melaksanakan program desa yang bersumber dari dana desa telah dilakukan sejak November 2018.
“Melalui sosialisasi ini, menjadi sarana informasi bagi kades terlebih jika berkemungkinan menyentuh persoalan hukum,” terangnya.
Upaya pencegahan dan pengetahuan dasar hukum penggunaan dana desa ini bertujuan untuk menghindari penyelewengan akibat keterbatasan pengetahuan.
“Tim Pengawal Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (TP4D) memberikan pemahaman dalam mengelola dan menggunakan dana desa sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” katanya.
Dalam pendampingan ini juga memberikan ruang bagi kades agar tidak ragu melaksanakan dana desa, baik dana yang berasal dari APBN/APBD. Kejaksaan siap memberikan solusi jika nantinya ditemukan kendala.
“Agar para kades tidak ragu-ragu dalam melaksanakan dana desa. Kejaksaan siap untuk bersama-sama memberikan upaya preventif dan solusi pencegahan lainnya agar kades dapaat optimal bekerja, terutama menggali potensi desa yang berpotensi dikembangkan secara berkelanjutan oleh masyarakat,” tuntasnya.
Laporan : RachmatSutjipto
Editor : Reza