OKU,- Sebanyak 366 warga Desa Bindu, Kecamatan Peninjauan, Kabupaten OKU jadi korban pungutan liar program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) sertifikat rumah dan pekarangan serta pendaftaran sertifikat tanah perkebunan untuk masyarakat Desa Bindu Tahun Anggaran 2018 oleh mantan Kepala Desa, Suherman (59).
Hal itu terungkap saat Polres Kabupaten OKU menggelar press Release yang dipimpin langsung oleh Kapolres AKBP Arif Harsono didampingi Wakapolres, Kompol Farida Aprillah serta PJU lainya, Selasa (28/3).
Dalam keterangannya, dugaan pungli itu terjadi pada Februari hingga Desember 2018 ketika tersangka menjabat sebagai Kades Bindu menetapkan biaya kepada warga peserta program PTSL sebesar Rp.500 ribu.
Namun hal itu, tidak sesuai dengan besaran biaya resmi yang telah ditetapkan pemerintah dalam SK bersama Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Mendagri, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi Nomor: 25/SKB/V/2017; Nomor: 590-3167A Tahun 2017; Nomor: 34 Tahun 2017.
“Dalam SK bersama itu disebut, biaya persiapan PTSL untuk wilayah Sumsel yaitu hanya Rp.200 ribu,” Kata Kapolres, AKBP Arif Harsono.
Sedangkan dari pungutan Rp500 ribu tersebut, tersangka mendapat jatah Rp.100 ribu. Sedangkan panitia PTSL lainnya di Desa Bindu sebanyak 10 orang, masing-masing mendapat bagian Rp20 ribu.
“Jadi, jumlah peserta PTSL di Desa Bindu sebanyak 366 orang. Dari masing-masing peserta dikenakan biaya Rp500 ribu. Padahal biaya yang ditetapkan hanya Rp200 ribu,” rincinya.
Tersangka ditangkap dan ditahan oleh anggota Pidkor Satreskrim Polres OKU pada Kamis (16/3). Selain tersangka turut diamankan barang bukti berupa dokumen penetapan lokasi pelaksanaan PTSL dari BPN OKU 2018.
Berita acara pelaksanaan sosialisasi program PTSL oleh tim BPN OKU; surat pernyataan warga peserta program PTSL Desa Bindu terkait pembayaran biaya program PTSL Rp500 ribu kepada panitia; SK pengangkatan dan pemberhentian tersangka sebagai Kades Bindu, dan uang Rp 4 juta diduga hasil Pungli.
Tersangka dikenakan Pasal 12 huruf e dan Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagai mana telah diubah dan diperbarui dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor.
“Tersangka terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara,” pungkasnya.
Penulis: Delviero Reaynaldo
-